EDISIKINI.COM, Jakarta — Perkembangan teknologi digital selama dua puluh tahun terakhir telah secara mendasar mengubah sistem sosial, ekonomi, dan dunia kerja. Revolusi Industri 4.0, yang ditandai oleh digitalisasi proses, kecerdasan buatan, dan pengolahan data dalam skala besar, mengguncang cara berpikir lama tentang seberapa hebat, atau seberapa jauh, potensi sesungguhnya dari kemampuan yang dimiliki oleh setiap manusia.
Laporan Future of Jobs 2023 oleh World Economic Forum (WEF) bahkan memprediksi bahwa sekitar 23% pekerjaan akan mengalami perubahan struktural dalam lima tahun ke depan, di mana 42% tugas bisnis akan dilakukan oleh mesin atau algoritma. Munculnya konsep Society 5.0 semakin menekankan pentingnya penggabungan antara teknologi dan nilai-nilai kemanusiaan.
Dalam situasi ini, sistem pendidikan harus menghasilkan lulusan yang tidak hanya mahir dalam pengetahuan teoritis, tetapi juga dapat beradaptasi secara kritis. Model pendidikan tradisional yang fokus pada hafalan sudah tidak relevan. Kenyataan di lapangan berkata lain: Ada kesenjangan yang terjadi antara apa yang dibutuhkan dunia kerja dan kompetensi yang tersedia, data Badan Pusat Statistik (BPS) per Februari 2024 mencatat bahwa Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) justru cukup tinggi pada lulusan jenjang pendidikan menengah kejuruan dan diploma/universitas.
Hal ini menandakan adanya jarak lebar antara kemampuan yang dibawa oleh para lulusan baru dan apa yang sesungguhnya diminta oleh pasar kerja. Reformasi manajemen pendidikan merupakan suatu keharusan yang mendasar karena tuntutan perkembangan zaman menuntut lembaga pendidikan untuk terus beradaptasi dan meningkatkan kualitasnya.
Dalam konteks ini, reformasi bukan hanya sekadar memperbaiki struktur atau prosedur, tetapi juga mencakup perubahan pola pikir, budaya kerja, serta pendekatan dalam pengelolaan pendidikan. Upaya pembaruan ini penting untuk memastikan bahwa proses pendidikan mampu berjalan lebih efektif, transparan, dan responsif terhadap kebutuhan peserta didik maupun masyarakat.
Dengan demikian, reformasi manajemen pendidikan menjadi langkah strategis dalam menghadirkan sistem pendidikan yang lebih relevan, inovatif, dan berkelanjutan. Manajemen pendidikan memainkan peran penting dalam mendukung transformasi ini. Perencanaan kurikulum, pengelolaan tenaga manusia, penggunaan teknologi, dan pembentukan budaya organisasi harus diarahkan untuk menciptakan individu yang tujuannya adalah membentuk pribadi yang kritis, kreatif, adaptif, dan berfokus pada solusi.
Berpikir dengan nalar tinggi adalah kunci utama untuk bisa bertahan, individu wajib menguasai cara berpikir yang lebih maju. Meskipun demikian, pendidikan Indonesia terjebak dengan hambatan besar dalam memenuhi kebutuhan ini. Hasil PISA 2022 menunjukkan skor literasi membaca Indonesia (359), Matematika (366), dan Sains (383) masih berada di peringkat bawah global, yang mencerminkan lemahnya kemampuan siswa dalam menganalisis informasi dan memecahkan masalah kompleks.
Oleh karena itu, proses pendidikan harus segera memprioritaskan model pembelajaran yang mendorong eksplorasi dan penalaran, bukan sekadar pengulangan pengetahuan, guna menutup celah kekurangan dalam daya nalar kritis yang ada saat ini.
Strategi ini sejalan dengan implementasi Phenomenon-Based Learning (PhenoBL) di Finlandia, di mana siswa mempelajari fenomena secara lintas disiplin ilmu, mendorong pemahaman holistik, bukan hafalan materi kaku. Keterampilan sosial dan emosional serta literasi baru juga menjadi aspek tak terpisahkan.
Bank Dunia memperkirakan Indonesia membutuhkan setidaknya 9 juta talenta digital antara tahun 2015 hingga 2030. Jadi, sudah sewajarnya bahwa kecakapan dalam literasi digital, pemahaman data, dan bahkan dasar-dasar coding, kini bukan lagi pilihan, melainkan keharusan yang mendesak.
Contohnya, Estonia melalui program ProgeTiger telah mengintegrasikan pengajaran coding dan robotika sejak pendidikan usia dini (TK) Demi memastikan bahwa setiap lapisan masyarakat tertransformasi dan tidak ada yang tertinggal dalam perjalanan menuju dunia digital.
Transformasi kurikulum adalah langkah penting untuk memastikan relevansi pendidikan. Kurikulum berbasis kompetensi dan pengintegrasian pendekatan STEAM memungkinkan koneksi antardisiplin ilmu secara kontekstual. Di sisi lain, sumber daya manusia, terutama guru, adalah faktor penentu.
Mengingat rata-rata hasil Uji Kompetensi Guru (UKG) secara historis yang masih perlu perbaikan, pelatihan berkelanjutan menjadi sangat krusial. Kualitas guru tidak hanya ditentukan oleh kemampuan mengajar, tetapi juga kemampuan beradaptasi terhadap teknologi. Sistem di Singapura dapat menjadi acuan di sana, guru diwajibkan mengikuti pelatihan pengembangan profesional selama 100 jam per tahun, dan hanya lulusan terbaik yang diterima, menjamin kompetensi profesionalisme yang tinggi.
Penggunaan teknologi dalam pendidikan harus dikelola dengan bijak. Indeks Literasi Digital Indonesia 2023 menunjukkan bahwa aspek Digital Safety (keamanan digital) seringkali menjadi skor terendah. Maka dari itu, penggunaan teknologi wajib diimbangi dengan protokol keamanan siber yang berlapis dan prinsip etika digital yang kuat.
Kolaborasi antara institusi pendidikan, dunia usaha, dan masyarakat menjadi komponen penting dalam mempersiapkan lulusan yang kompetitif. Model paling sukses di dunia adalah Dual VET System di Jerman, di mana 70% waktu pendidikan vokasi dihabiskan di perusahaan, memastikan zero skills gap antara lulusan dan kebutuhan industri.
Efektivitas kolaborasi ini juga telah terbukti di Indonesia melalui program seperti Kampus Merdeka, di mana data menunjukkan bahwa mahasiswa yang mengikuti magang bersertifikat memiliki waktu tunggu kerja yang lebih singkat. Evaluasi kualitas pendidikan memerlukan perubahan dari penilaian berbasis ujian menuju penilaian berbasis kompetensi. Perubahan besar ini sekaligus mendesak agar budaya di lingkungan sekolah beralih menjadi tempat yang mendorong inovasi dan menumbuhkan semangat mau berkembang.
Transformasi manajemen pendidikan adalah agenda strategis yang tidak bisa ditunda. Data PISA, statistik pengangguran BPS, hingga proyeksi ekonomi global menjadi alarm nyata bahwa status quo tidak dapat dipertahankan. Pendidikan masa depan harus dirancang untuk membentuk individu yang mampu berpikir kritis, beradaptasi, dan berkontribusi dalam ekosistem global.
Keberhasilan negara-negara maju seperti Jerman, Finlandia, dan Estonia membuktikan bahwa reformasi kurikulum yang berani, peningkatan kompetensi guru secara berkelanjutan, dan kolaborasi industri yang terikat kontrak adalah kunci.
Konsep seperti GIGA School Jepang yang fokus pada pemanfaatan teknologi untuk Society 5.0 harus menjadi visi kita. Ini berarti, kebijakan pemerintah harus mengarah pada penciptaan regulasi yang tidak hanya mendukung kompetensi di masa depan tetapi juga memberikan berbagai dorongan bagi munculnya inovasi.
Institusi pendidikan perlu fokus pada peningkatan kualitas guru dan integrasi teknologi yang aman. Dengan kerja sama seluruh pihak, kita dapat menghubungkan kesenjangan keterampilan dan membangun generasi yang benar-benar kompetitif.
Saran dan Solusi Inovatif Lanjutan
Reformasi manajemen pendidikan harus bertransisi menuju inovasi struktural yang berorientasi pada hasil. Hal ini mencakup implementasi Ekosistem Pembelajaran Adaptif (ALE) berbasis AI untuk personalisasi jalur belajar siswa, seiring dengan peralihan kurikulum yang memprioritaskan kompetensi terfragmentasi dan sistem mikro-sertifikasi, sehingga lulusan fleksibel dan langsung agar kompetensi lulusan lebih fleksibel dan responsif terhadap kebutuhan industri.
Secara internal, dibutuhkan spesialisasi guru dalam ilmu pengajaran, dan pendidikan AI guna memaksimalkan efektivitas teknologi. Agar akuntabilitas terjamin, sistem tata kelola wajib ditopang oleh mekanisme pendanaan yang berorientasi pada hasil nyata. Artinya, dana yang dialokasikan ke institusi akan terikat langsung dengan capaian lulusan yang dapat diukur dan diakui, baik di dalam negeri maupun internasional.

Penulis: Rafi Bayu Saputra, Mahasiswa Program Studi Manajemen Pendidikan, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, UIN Syarif Hidayatullah













